Pengadilan Agama Sorong Kelas II

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PENGADILAN AGAMA SORONG KELAS II 

REINTERPRETASI KEWAJIBAN NAFKAH BAGI ISTRI KARIER

REINTERPRETASI KEWAJIBAN NAFKAH BAGI ISTRI KARIER

Oleh : H.Asmu’i Syarkowi

(Hakim Pengadilan Agama Semarang Kelas I A)

Dalam berbagai literatur, biasanya dibedakan istilah “wanita pekerja” dan “wanita karier”. Istilah wanita pekerja biasanya digunakan untuk menyebut wanita yang hasil karyanya akan dapat menghasilkan imbalan keuangan. Sedangkan wanita karier biasanya digunakan untuk menyebut wanita yang menekuni profesi atau pekerjaannya dan melakukan berbagai aktivitas untuk meningkatkan hasil dan prestasinya. Dengan demikian, wanita pekerja masih bersifat umum sedangkan wanita karier lebih spesifik dan mengarah ke profesionalitas. Sekalipun demikian, menurut hemat penulis keduanya mengalami persamaan, antara lain, sama-sama berkecimpung dalam dunia kerja dan menghasilkan imbalan ( uang dan jasa ). Selanjutnya, dalam tulisan ini digunakan istilah perempuan karier. Dan, dalam konteks rumah tangga perempuan tersebut yang dimaksud adalah “istri”.

Oleh karena persoalan baru, maka istilah perempuan karier dan kaitannya dengan hukum keluarga, secara spesifik juga tidak pernah dibahas dalam hukum Islam (fikih) klasik. Hal ini dapat dimengerti sebab menurut tradisi fikih klasik, tanpa izin suami, perempuan memang haram hukumnya keluar rumah. Jangankan untuk keperluan duniawi, untuk keperluan ukhrawi saja mayoritas ulama melarangnya. Mengenai hal itu, dapat kita baca dalam kitab-kitab fikih klasik, seputar perdebatan para ulama, misalnya mengenai hukum perempuan hadir ke masjid untuk salat berjamaah. Dalam konteks rumah tangga seorang istri yang keluar rumah, menurut mayoritas ulama, dimungkinkan lebih besar mudaratnya sekalipun sekedar salat berjamaah di masjid. Menurut fikih mainstream, bahwa seluruh anggota tubuh perempuan adalah aurat, kecuali muka dan telapak tangan. Bahkan, ada yang berpendapat, suaranyapun aurat sehingga haram hukumnya seorang perempuan memamerkan suaranya di hadapan ajnabi (pria lain yang bukan muhrimnya). Gambaran perempuan demikian ini, dalam konteks hukum keluarga, berkonsekuensi kepada ketidakwajiban istri mencari nafkah untuk keluarga. Karena keluar rumah akan menimbulkan hal-hal yang dilarang tersebut yang biasanya sering disebut sebagai menimbulkan fitnah.


Selengkapnya KLIK DISINI

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

weather app mood fun play

Sign up to stay  informed lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.